...SaLaaM aLaiKuM... SALAM UKHWAH FILLAH

Thursday, 1 September 2011

Ramadhan, Kasih Sayang yang Berkonsekuensi

Bagaimanakah perasaan kita apabila orang-orang di sekitar kita menyayangi diri kita ? Tentram, bukan ? Orang tua sayang kepada kita, anak istri menyayangi, kerabat juga sayang, teman-teman, dosen, guru, dan siapa pun yang kita jumpai. Indah sekali.

Bagi orang yang menyayangi, segala sesuatu yang melekat pada apa yang disayanginya pun tampak indah. Sekalipun ada celanya, tetap saja indah karena ia menyayanginya. Orang tua tetap sayang kepada anaknya meski anaknya memiliki kekurangan, suami tetap sayang pada istrinya meski mereka tidak lagi muda, dan guru senantiasa telaten mengajar karena ia sayang pada anak didiknya.

Allah Maha Penyayang. Dia menyayangi umat Muhammad melebihi umat sebelumnya, Dia memuliakan umat Muhammad lebih dari umat sebelumnya bahkan Dia tak akan memasukkan umat terdahulu ke dalam syurga sebelum umat Muhammad masuk ke dalamnya.

Karena sayang-Nya pula, Allah menganugerahi umat Muhammad dengan Ramadhan. Bulan di mana umat Muhammad hanya dengan beribadah satu malam, ia mampu mengungguli ibadah ratusan tahun umat terdahulu, bulan di mana dzikir tasbih umat Muhammad senilai dengan tasbih Malaikat seantero langit, bulan di mana pahala amalan sunnah seperti amalan fardlu dan pahala amalan fardlu dilipatgandakan tujuh puluh kali, bulan di mana angin syurga berembus di bawah 'arsy, para bidadari merias diri dan merindu pinangan, bulan di saat segala bentuk siksaan diringankan, doa-doa dikabulkan, dan dosa-dosa dibersihkan. Sungguh tak terkirakan, betapa besar kasih sayang Allah kepada umat Muhammad.

Tanpa Ramadhan sekalipun, Allah masih melipatgandakan kebaikan sepuluh kali dan dosa hanya terbalas senilainya saja. Bagi orang yang berdagang kebaikan, inilah keuntungan yang tak boleh disia-siakan. Namun, tidak jarang orang malah menyalahartikan kasih sayang. Sudah disayang, eh belakangan malah mbalelo. Sudah disayang, kerjanya hanya bermalas-malasan atau ogah-ogahan. Ya, kita sering kali lupa buat apa sebenarnya kita itu disayang.

Ketika masih di kelas kuliah dulu, seorang dosen saya berkata,"Semua mahasiswa yang ada di kelas ini mendapat nilai A." Ini adalah bentuk kasih sayang seorang dosen. Nah, apa hanya seperti itu ? Tunggu dulu, kelanjutannya masih ada. " ... Illa man abaa, kecuali yang tidak mau." Pernyataan dosen tersebut mengingatkan saya pada hadist nabi yang diriwayatkan oleh Al Bukhori :


"Setiap orang dari umatku akan masuk surga kecuali dia yang menolak"

Artinya apa ? Kalau ingin nilai A ya harus belajar, rajin mengerjakan tugas, tidak boleh mbacem, dan istiqomah masuk. Kalau tidak mau, berarti ya tidak mau mendapat nilai A.

Begitulah, Allah telah menyayangi kita dengan Ramadhan bukan berarti agar kita berleha-leha. Sayang tersebut adalah sayang yang berkonsekuensi. Tujuannya tak lain adalah agar kita lebih berusaha untuk membersihkan diri dan lebih mendekat kepada-Nya. Karenanya, merupakan satu hal yang wajar bila kemudian Ramadhan penuh dengan suara bacan Al Quran, orang-orang yang beribadah sepanjang malam, sedekah yang bertebaran, dan majlis ilmu yang tak pernah sepi.

Berat ? Janganlah mengatakan berat. Sebagaimana pada saat puasa kita tabu mengeluh lapar, Ramadhan pun tabu bila kita mengeluh : berat. Menjadi satu hal yang patut digaris bawahi, sesungguhnya Ramadhan yang kita lalui merupakan ruang ujian sekaligus lahan panen yang bisa menunjukkan seberapa jauh kematangan dan kedewasaan kita dalam ber-Islam. Siapa yang bisa menilai ? Tak lain hanyalah Allah, kemudian diri anda sendiri.

*Ya Allah, jadikanlah tiap detikku, tiap kedip mataku, tiap detak jantungku, dan tiap hembusan nafasku bernilai ibadah di sisi-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari hati yang lalai karena sesungguhnya Engkaulah dzat yang berkuasa membolak-balikkan hati.

No comments:

Post a Comment

LiKe-liKe jAnGaN x LiKe