...SaLaaM aLaiKuM... SALAM UKHWAH FILLAH

Thursday, 1 September 2011

Di Bawah Naungan Sang Penjaga




Husain masuk ke kamar asramanya dengan gontai, wajahnya nampak lelah. Setelah meletakkan tas cangklongnya di atas almari, ia langsung tiduran di lantai. "Hmmmmhhh," terdengar desah kelegaannya. Tak berapa lama kemudian ia mengangkat kepala, memandang dengan penuh selidik ke seantero ruangan untuk menemukan sesuatu. Dan ketemu. Di pojok kamar tepatnya di bawah jendela, sebuah botol curigen berisi air mengundang seleranya. Tanpa babibu lagi, Husain menyambar botol tersebut dan meneguk isinya. "Alhamdulillaaah," ucapnya penuh rasa syukur. Husain kembali menelentangkan tubuhnya di lantai untuk tiduran. Dan ia benar-benar ketiduran, tanpa ganti baju terlebih dulu. Saat itu jam menunjukkan pukul 16.oo.

Goncangan itu membangunkannya. Lamat-lamat ia mendengar orang bersuara,"Kang Husain, bangun. Bangun Kang...! Hampir maghrib. Sudah jam lima seperempat". Sontak Husain terperanjat, langsung di lihatnya jam dinding di samping ruangan. Jam lima seperempat? Matanya yang masih agak kabur karena kantuk mengamati jarum penunjuk jam tersebut. "Eh Shodiq, mana jam lima seperempat? Itu lho masih jam empat seperempat," tanpa memperhatikan keadaan di luar, Husain protes kepada Shodiq, kawan asramanya. Shodiq 3 tahun lebih muda dari Husain, jadi tak mengapa Husain langsung memanggil namanya tanpa embel-embel "kang". "Jamnya mati Kang. Coba dilihat yang bener, jarum detiknya nggak bergerak kan? Saya barusan lihat jam di kamar sebelah" jawab Shodiq. Husain mendekat ke jam dinding untuk lebih memastikan. Benar juga, ternyata jamnya mati. Sebenarnya Shodiq masih ingin melanjutkan tidurnya, maklum badannya terasa sangat lelah. "Uwaaaaah," Husain menguap sambil meregangkan tubuhnya. Bunyi bergemeletuk pun terdengar dari sendi-sendi tulang.

Hingga usai sholat maghrib, rasa penat itu masih mendera tubuh Husain. Dengan kerepotan, karena kantuk dan lelah, ia berusaha mengulang hafalan pelajaran madrasahnya. Saking mengantuknya, saat muroja'ah tak jarang kepala Husain harus terantuk-antuk dengan bangku kayu yang ia gunakan belajar. Sebenarnya, Husain hari ini juga merasa malas untuk masuk madrasah. Tapi, tak ingin istiqomahnya terpincang hanya karena penat, Husain memutuskan untuk tetap masuk madrasah meski nanti di sana ia harus terpaksa tidur sekalipun. Bukankah orang yang berjuang dalam majlis ilmu sayap-sayap malaikat akan senantiasa memayunginya? Dalam kantuknya Husain tersenyum.

Teman-teman sekamar Husain, berjumlah 12 orang, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keadaannya. "Sudah, nggak usah masuk saja Kang. Nanti saya tak bilang ke teman sekelas antum biar dimintakan izin ke ustadznya," ujar Ulil menyarankan. Husain hanya menggelengkan kepala tanda menolak. "Istiqomah itu mahal harganya. Kyai Kholil almarhum (ulama kenamaan dari Madura) saja, beliau selalu menangis jika madrasahnya libur karena merasa istiqomahnya kurang. Lha, kita yang dekat madrasah masa cuma begini saja nggak masuk," jawab Husain, mirip orang menggigau. Kalau sudah berkata begitu teman-teman Husain sudah menyerah, mereka kenal betul sikap Husain yang begitu disiplin.

Dengan kepala menunduk, mata agak terpejam, dan kitab di dekapan, pelan-pelan Husain menyusuri jalan menuju madrasah. Hiruk pikuk suara santri yang sedang berangkat masih terdengar, artinya ia tak perlu buru-buru. Sesampai di pintu kelas, teman-teman Husain langsung menyambutnya. "Kang Husain, maju ya. Menerangkan pelajaran yang kemarin. Pak Fathullah izin terlambat dan beliau meminta agar diisi muroj'ah pelajaran yang lalu," ujar salah seorang di antara mereka. "Ah, saya sedang nggak enak badan Kang. Jika saya yang maju, keterangannya nanti malah nglantur. Lha itu Kang Syihab, ro'is 'amm syawirnya ada. Masa yang maju wakil ro'is nya melulu," tutur Husain menolak. Dan kelas pun berjalan. Di barisan depan Husain berjuang mengikuti pelajaran semampunya. Bahkan, ia sempat disapa Pak Fathullah saat beliau telah hadir mengajar. "Kang Husain sakit ya, kok wajahnya pucat. Kalau sakit nggak apa-apa sampean pulang," kata beliau. Tapi sambil tersenyum, Husain menjawab,"Oh tidak, Pak".

Setelah sholat isya' masih ada jadwal pengajian kitab tapi kantuk Husain sudah tak tertahankan lagi. Ketika hendak mengambil kitab, iseng-iseng Husain merebahkan badan di balik almari. Dan ia pun tertidur. Di tengah tidurnya itulah, antara sadar dan tidak Husain melihat bayangan berkelebat tanpa suara dari bawah celah almarinya, seperti ada orang yang masuk ke dalam kamar. Husain mengira pasti itu pengurus yang sedang berpatroli, kalau ya ia bisa tenang dan meneruskan tidurnya. Karena tadi ia sempat bilang ke pengurus kalau sedang nggak enak badan dan diizinkan untuk tidak ikut pengajian.

Namun, tak dinyana Husain merasa sarung yang ia pakai ditarik-tarik seseorang dan seakan terdengar suara,"ayo ikut ngaji Kang, ikut ngaji Kang". Husain pun terjingkat dan melihat sekeliling, tak ada siapa-siapa. Bulu kuduk Husain seketika merinding, secepat kilat ia langsung angkat kaki menyambar kitabnya lari menuju pengajian. Beberapa pengurus pondok nampak heran dibuatnya. "Katanya mau istirahat Kang," sapa Kang Furqon, pengurus bagian administrasi yang kebetulan sekelas dengan Husain. Husain yang masih ketakutan tak menjawab, ia langsung duduk dan membuka kitabnya.

Husain baru merasakan nikmatnya tidur ketika seluruh pengajian berakhir. Tapi itu pun tidak berlangsung hingga waktu fajar. Tengah malam Husain bermimpi, Kyai di mana ia dulu belajar dan tahsin Al Quran memandang dirinya dengan pandangan yang amat marah. Seakan-akan Husain berbuat kesalahan yang tak termaafkan.

Bangun dari tidurnya di tengah malam, Husain menangis tersedu-sedu. Ia sadar bahwa ia bermimpi demikian karena seharian ia memang sama sekali belum tilawah Al Quran, memang sebuah kelalaian yang tak termaafkan untuk ukuran seorang santri. Dengan terburu kemudian Husain mengambil air wudlu dan melaksanakan sholat tahajud dengan terisak-isak. "Ya Allah karena rahmat-Mu aku selalu dalam lindungan-Mu, karena rahmat-Mu pula Engkau menyelamatkanku dari kelalaianku," hatinya dengan sedih berbisik.

Apa yang telah dialami Husain hari itu lebih dari cukup sebagai alasan untuk merasa sangat bersyukur kepada-Nya. Karena dalam kelalaian dirinya, Allah ternyata masih memberikan penjagaan dengan mengingatkannya. "Ya Allah, semoga Engkau senantiasa memberikan penjagaan atas berkuasanya nafsu dan kelemahan yang ada dalam diriku". Di sela-sela tilawahnya, air mata Husain makin deras mengalir.

*Diangkat dari kisah nyata, nama tokoh disamarkan
By Labib Fayumi

Ramadhan, Kasih Sayang yang Berkonsekuensi

Bagaimanakah perasaan kita apabila orang-orang di sekitar kita menyayangi diri kita ? Tentram, bukan ? Orang tua sayang kepada kita, anak istri menyayangi, kerabat juga sayang, teman-teman, dosen, guru, dan siapa pun yang kita jumpai. Indah sekali.

Bagi orang yang menyayangi, segala sesuatu yang melekat pada apa yang disayanginya pun tampak indah. Sekalipun ada celanya, tetap saja indah karena ia menyayanginya. Orang tua tetap sayang kepada anaknya meski anaknya memiliki kekurangan, suami tetap sayang pada istrinya meski mereka tidak lagi muda, dan guru senantiasa telaten mengajar karena ia sayang pada anak didiknya.

Allah Maha Penyayang. Dia menyayangi umat Muhammad melebihi umat sebelumnya, Dia memuliakan umat Muhammad lebih dari umat sebelumnya bahkan Dia tak akan memasukkan umat terdahulu ke dalam syurga sebelum umat Muhammad masuk ke dalamnya.

Karena sayang-Nya pula, Allah menganugerahi umat Muhammad dengan Ramadhan. Bulan di mana umat Muhammad hanya dengan beribadah satu malam, ia mampu mengungguli ibadah ratusan tahun umat terdahulu, bulan di mana dzikir tasbih umat Muhammad senilai dengan tasbih Malaikat seantero langit, bulan di mana pahala amalan sunnah seperti amalan fardlu dan pahala amalan fardlu dilipatgandakan tujuh puluh kali, bulan di mana angin syurga berembus di bawah 'arsy, para bidadari merias diri dan merindu pinangan, bulan di saat segala bentuk siksaan diringankan, doa-doa dikabulkan, dan dosa-dosa dibersihkan. Sungguh tak terkirakan, betapa besar kasih sayang Allah kepada umat Muhammad.

Tanpa Ramadhan sekalipun, Allah masih melipatgandakan kebaikan sepuluh kali dan dosa hanya terbalas senilainya saja. Bagi orang yang berdagang kebaikan, inilah keuntungan yang tak boleh disia-siakan. Namun, tidak jarang orang malah menyalahartikan kasih sayang. Sudah disayang, eh belakangan malah mbalelo. Sudah disayang, kerjanya hanya bermalas-malasan atau ogah-ogahan. Ya, kita sering kali lupa buat apa sebenarnya kita itu disayang.

Ketika masih di kelas kuliah dulu, seorang dosen saya berkata,"Semua mahasiswa yang ada di kelas ini mendapat nilai A." Ini adalah bentuk kasih sayang seorang dosen. Nah, apa hanya seperti itu ? Tunggu dulu, kelanjutannya masih ada. " ... Illa man abaa, kecuali yang tidak mau." Pernyataan dosen tersebut mengingatkan saya pada hadist nabi yang diriwayatkan oleh Al Bukhori :


"Setiap orang dari umatku akan masuk surga kecuali dia yang menolak"

Artinya apa ? Kalau ingin nilai A ya harus belajar, rajin mengerjakan tugas, tidak boleh mbacem, dan istiqomah masuk. Kalau tidak mau, berarti ya tidak mau mendapat nilai A.

Begitulah, Allah telah menyayangi kita dengan Ramadhan bukan berarti agar kita berleha-leha. Sayang tersebut adalah sayang yang berkonsekuensi. Tujuannya tak lain adalah agar kita lebih berusaha untuk membersihkan diri dan lebih mendekat kepada-Nya. Karenanya, merupakan satu hal yang wajar bila kemudian Ramadhan penuh dengan suara bacan Al Quran, orang-orang yang beribadah sepanjang malam, sedekah yang bertebaran, dan majlis ilmu yang tak pernah sepi.

Berat ? Janganlah mengatakan berat. Sebagaimana pada saat puasa kita tabu mengeluh lapar, Ramadhan pun tabu bila kita mengeluh : berat. Menjadi satu hal yang patut digaris bawahi, sesungguhnya Ramadhan yang kita lalui merupakan ruang ujian sekaligus lahan panen yang bisa menunjukkan seberapa jauh kematangan dan kedewasaan kita dalam ber-Islam. Siapa yang bisa menilai ? Tak lain hanyalah Allah, kemudian diri anda sendiri.

*Ya Allah, jadikanlah tiap detikku, tiap kedip mataku, tiap detak jantungku, dan tiap hembusan nafasku bernilai ibadah di sisi-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari hati yang lalai karena sesungguhnya Engkaulah dzat yang berkuasa membolak-balikkan hati.

LiKe-liKe jAnGaN x LiKe